PRINSIP AKUNTANSI : PRINSIP BIAYA HISTORIS DAN PRINSIP NILAI WAJAR
Prinsip Akuntansi
Secara garis besar, akuntansi dibedakan menjadi akuntansi manajemen dan akuntansi keuangan. Akuntansi manajemen memberi informasi terutama kepada pihak internal yakni manajemen (para manjer yang mengelola perusahaan). Akuntansi keuangan memberi informasi terutama kepada pihak eksternal,misalnya pemilik (pemegang saham, kreditor, dan pemerintah.
Visit My YouTube Channel :
- Zikir Penghapus Dosa, Pembuka Pintu Rezeki, Penenang Hati, Permudah Segala Urusan
- Punya Hajat Dunia dan Akhirat? Pengen Bisnis Lancar? | Udah Sholawatin Aja!!
- Sholawat Munjiyat - Ust. Yusuf Mansyur
Dalam menyajikan informasi, akuntansi keuangan harus tunduk kepada (generally accepted accounting principles (GAAP) istilah ini diterjemahkan oleh Suwardjono (2010) dengan prinsip akuntansi berterima umum (PABU). PABU merupakan pedoman yang menunjukkan tata cara melaporkan kejadian ekonomik. Bagian utama PABU adalah standar akuntansi keuangan. Kewajaran laporan keuangan menurut IAPI, mengacu pada kesesuaian laporan keuangan dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia, bukan kesesuaiannya dengan PABU. Berbeda sengan akuntansi keuangan, akuntansi manajemen tidak harus tunduk pada PABU.
Prinsip dan konsep akuntansi keuangan dikembangkan dari penelitian praktik-praktik akuntansi, dan pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang berwenang untuk itu. Jadi, sebagian dari PABU adalah pernyataan standar akuntansi keuangan yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Dalam profesi, lembaga yang berwenang biasanya organisasi profesi itu sendiri.Standar Akuntansi Keuangan (SAK) untuk lembaga swasta di Indonesia disusun oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK), sebuah dewan di bawah IAI (Ikatan Akuntan Indonesia). SAK tersebut terdiri atas: SAK Umum, SAK ETAP (Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik), dan SAK Syariah.
SAK Umum mengatur pelaporan dan penyajian laporan keuangan perusahaan-perusahaan swasta (bisnis dan nonbisnis) yang memiliki akuntabilitas publik signifikan. Misalnya, perusahaan yang sudah go public yakni yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek dan bank perkreditan rakyat (BPR) yang menghimpun dana tabungan dan deposito dari masyarakat dengan jumlah yang signifikan. Saat ini, SAK Umum mengadopsi IFRS (International Financial Reporting Standars) dengan penyesuaian seperlunya untuk kondisi ekonomi dan bisnis di Indonesia. Salah satu contoh dalam pernyataan dalam SAK Umum adalah PSAK (Pernyataan Standar AKuntansi Keuangan) No. 14 Persediaan.
SAK ETAP mengatur pelaporan dan penyajian laporan keuangan perusahaan-perusahaan swasta yang tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan. Pada dasarnya, perusahaan dianggap tidak memiliki akuntabilitas publik jika ia tidak go public atau tidak sedang dalam proses go public dan tidak menguasai aset dalam kapasitas sebagai fidusia untuk sekelompok masyarakat (SAK ETAP 2009 Bab 1). Firma, perusahaan komanditer, dan perseroan terbatas yang tidak go public atau tidak sedang dalam proses go public dan tidak menghimpun dana masyarakat secara signifikan merupakan contoh perusahaan yang tidak memiliki akuntabilitas publik.
SAK Syariah mengatur pelaporan dan penyajian laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang melakukan bisnisnya berdasar syariat Islam. Misalanya, bank syariah dan BMT (baitulmal wattamwil). Salah satu contoh pernyataan dalam SAK Syariah adalah PSAK No. 102 Akuntansi Murabahah.
Di samping SAK untuk lembaga swasta, terdapat pula SAK untuk lembaga pemerintahan. SAK untuk lembaga pemerintahan di Indonesia disusun oleh KSAP (Komite Standar Akuntansi Pemerintahan) yang dibentuk oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Di Amerika Serikat, pernyataan-pernyataan standar akuntansi keuangan di sektor swasta dikeluarkan oleh Financial Accounting Standards Board (FASB). Salah satu pernyataan standar akuntansi keuangan susunan FASB adalah Statement of Financial Accounting Standards No. 115 Accounting for Certain Investments in Debt and Equity Securities. Pernyataan standar akuntansi keuangan di sektor pemerintahan untuk aras negara bagian dan pemerintah lokal dikeluarkan oleh Goverments Standards Board (GASB), sedangkan yang untuk pemerintah federal dikeluarkan oleh the U.S. General Accounting Office (GAO) (Suwardjono, 2010).
Prinsip Biaya Historis
Salah satu prinsip penting dalamPABU adalah prinsip biaya historis. Prinsip ini menyatakan bahwa aset, kewajiban, beban ataupun elemen-elemen lainnya harus dicatat sebesar harga (nilai) pertukaran pada saat terjadi transaksi. Misalnya, pada saat ini sebuah perusahaan membeli tanah seharga Rp.10 Juta. Menurut prinsip biaya historis, tanah itu dicatat senilai Rp. 10 Juta pada saat sekarang, yakni pada saat terjadi transaksi pembelian. Nilai tersebut tidak akan diubah dalam catatan akuntansi di masa-masa mendatang, meskipun nilai wajar atau pasarnya berubah. Jadi, tanah tersebut tercatat di buku akuntansi dengan nilai Rp.10 Juta, meskipun nilai pasarnya 2 tahun mendatang, misalnya Rp. 14 juta. Sebelum tanah itu benar-benar dijual,nilai pasar menurut pendukung prinsip biaya historis dianggap subjektif dan oleh karena itu, secara umum kurang dapat dipercaya dibandingkan dengan biaya historisnya. Prinsip biaya historis ini mulai memudar setelah IFRS dan SAK Umum menggunakan nilai wajar (fair value) atau market to market untuk mengukur/menilai berbagai pos di neraca.
Prinsip Nilai Wajar
Prinsip penting lain dalam PABU adalah prinsip nilai wajar (fair value principles). Prinsip ini menyatakan bahwa aset, kewajiban, beban, ataupun elemen-elemen lainnya harus dicatat sebesar nilai wajarnya. Nilai wajar adalah jumlah rupiah yang dapat disepakati oleh dua pihak independen dalam transaksi pertukaran barang atau jasa. Misalnya, pada saat ini sebuah perusahaan membeli tanah dari perusahaan lain dengan harga yang telah disepakati sebesar Rp. 10juta. Inilah nilai wajar pada saat berlangsungnya transaksi jual-beli oleh dua pihak yang independen dan mempunyai kemauan untuk bertransaksi. Menurut prinsip nilai wajar, tanah itu dicatat mula-mula dengan nilai Rp. 10 juta dan jumlah ini menjadi biaya perolehan awal. Jika dua tahun kemudian, nilai wajar tanah tersebut menjadi Rp. 14 juta, maka akuntansi akan mengubah nilai tanah dari biaya perolehan awalnya Rp. 10 juta menjadi nilai wajarnya Rp. 14 juta. Oleh para pendukungnya, nilai wajar dianggap sebagai nilai yang relevan untuk mengambil keputusan. IFRS banyak menggunakan prinsip nilai wajar untuk aset-aset tertentu. Begitu pula untuk kewajiban-kewajiban tertentu. Oleh karena SAK umum sudah mengadopsi IFRS dengan penyesuaian tertentu, maka SAK umum juga banyak menggunakan prinsip nilai wajar dalam menilai pos-pos neraca. SAK ETAP, sebaliknya, lebih sedikit menggunakan prinsip nilai wajar untuk pengukuran pos-pos neraca.
Comments
Post a Comment